TBC Paru
TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Basil Mycobacterium Tuberculosis atau
basil tuberkel yang tahan asam. Penularannya melalui udara apabila orang yang
menderita TBC dalam paru-paru atau tenggorokan batuk, bersin atau berbicara
sehingga kuman/basil dilepaskan ke udara. Kuman/basil dapat bertahan beberapa
jam dalam suhu kamar/lingkungan rumah, maka jika ada orang disekitar penderita
maka kuman/basil akan mudah menular ke semua orang disekitarnya/yang kontak
dengan penderita. Kebanyakan orang mendapat/tertular kuman TBC adalah orang
yang sering berada di dekat penderita, seperti anggota keluarga, teman atau
rekan kerja. Karena orang yang terdekat dan paling sering kontak/berkomunikasi
dengan penderita adalah keluarganya, maka orang mengetahui dan menduga penyakit
TBC adalah penyakit keturunan dan sulit untuk disembuhkan. Sehingga perlu
adanya pemahaman dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penderita dan
keluarga untuk mencegah penularan/penyebaran penyakit.
Riskesda
(2008:105) prevalensi TB paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya usia dan
prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TB Paru 20%
lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan tiga kali lebih di pedesaan
dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah
dibandingkan di pendidikan tinggi. Dalam Gerdunas-TBC, (2002c: 3) Penularan TBC
akan lebih mudah terjadi jika terdapat dalam situasi hunian padat (overcrowding)
, sosial ekonomi yang tidak menguntungkan (social deprivation),
lingkungan pekerjaan dan perilaku hidup tidak sehat dalam masyarakat. Depkes
RI, (2008: 5). Yang beresiko tertular TBC Paru diantaranya orang-orang yang
kontak fisik secara dekat dengan penderita, orang-orang tua, anak-anak,
orang-orang bertaraf hidup rendah dan memiliki akses rendah terhadap fasilitas
kesehatan serta orang-orang yang sedang sakit dan turun daya tahan kekebalan
tubuhnya. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk
atau HIV/AIDS. Resiko penularan setiap tahun di Indonesia dianggap cukup tinggi
dan bervariasi ( Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI
) antara 1-3% dan 50 persennya dengan BTA positif.
Adanya kontak
dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya karena
berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya (Depkes
IDAI, 2008: 12). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan
penyakit melalui batuk, bersin dan percakapan, juga peralatan yang
terkontaminasi kuman TBC. Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula
kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut
kontak erat, adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering
berkunjung. Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri
setiap 16-20 jam. Matinya juga sangat lambat, perlu waktu sedikitnya 6 bulan
bagi obat-obatan yang ada untuk membunuh seluruh bakteri. Dengan pengobatan TBC
yang lama dan perlu adanya ketelatenan dari penderita untuk tetap
teratur mengkonsumsi obat yang diberikan (Obat Anti Tuberkulosis/OAT). Kuman
TBC hanya dapat dibasmi dengan obat-obatan (program DOTS yang memerlukan
Pengawas Minum Obat/PMO untuk mengawasi/mengingatkan penderita minum obat) yang
disertai makan makanan bergizi serta pola hidup sehat. Sehingga selama terapi
perlu adanya pemahaman bahwa masih ada kemungkinan terjadi penularan pada orang
disekitarnya/khususnya keluarga jika tidak dilakukan tindakan pencegahan
penularannya baik oleh penderita maupun orang disekitarnya khususnya keluarga
untuk mendukung terlaksananya program terapi. Depkes (2008: 3) Sekitar 75%
Pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).
Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya
3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah
tangganya sekitar 20-30%. Jika dia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatan sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat. Depkes (2008: v) Kerugian yang diakibatkan sangat besar, bukan
hanya aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi.
Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang terhadap
TB berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan dan kelemahan
akibat TB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar