artikel kesehatan

Rabu, 18 Juni 2014

Laporan Asfiksia neonatorum



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.
Asfiksia neonatorum adalah kegawat daruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16 negara—baik negara maju ataupun berkembang—menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi bayi. Sebuah penelitian di 8 negara.
B.     Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini :
1.      Untuk mengetahui pengertian asfiksia neonatorum.
2.      Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi asfiksia neonatorum.
3.      Untuk mengetahui tanda dan gejala asfiksia neonatorum.
4.      Untuk mengetahui komplikasi dan pencegahan serta penanganan
asfiksia neonatorum.
C.    Rumusan masalah
1.      Apakah pengertian asfiksia neonatorum ?
2.      Apakah etiologi dan patofisiologi asfiksia neonatorum ?
3.      Apakah tanda dan gejala asfiksia neonatorum ?
4.   Apakah komplikasi dan bagaimana pencegahan dan penanganan asfiksia neonatorum ?











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.

B.     Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah :
1.      Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan: gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.


2.       Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
3.      Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4.      Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
C.    Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan  oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).
D.    Tanda dan gejala klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1.    Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2.    Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3.    Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis diantaranya adalah:
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.Gejala lanjut pada asfiksia :
1.      Pernafasan megap-magap dalam
2.      Denyut jantung terus menurun
3.      Tekanan darah mulai menurun
4.      Bayi terlihat lemas (flaccid)
5.      Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6.      Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7.      Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
8.      Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9.      Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
10.   Pernafasan terganggu
11.   Detik jantung berkurang
12.   Reflek / respon bayi melemah
13.  Tonus otot menurun
14.  Warna kulit biru atau pucat
E.     Kemungkinan komplikasi yang muncul
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1.     Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2.    Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

3.     Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4.    Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
F.     Pencegahan asfiksia neonatorum
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
1.    Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan
2.    Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia neonatorum.
3.     Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
4.     Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiotokografi.
5.    Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
6.    Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan penanganan persalinan.
7.    Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari:
a.    Persalinan yang bersih dan aman
b.    Stabilisasi suhu
c.    Inisiasi pernapasan spontan
d.    Inisiasi menyusu dini
e.    Pencegahan infeksi serta  pemberian imunisasi
G. Penanganan
Sesuai dengan standar penanganan kegawat daruratan yang ke 24 yaitu bidan melakukan penilaian dan resusitasi
1.    Penilaian
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
a.    Penafasan
b.    Denyut jantung
c.    Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
2.    Resusitasi
a.    Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.
b.    Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya serta persiapan yang dilakukan oleh penolong untuk membantu kelancaran persalinan dan melakukan tindakan yang diperlukan.
c.    Persiapan Tempat Resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekat sumber pemanas (misalnya; lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau bohlam berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi.
d.    Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
1)    2 helai kain/handuk
2)    Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3)    Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.
4)    Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5)    Kotak alat resusitasi.
6)    Jam atau pencatat waktu.
e.    Penilaian Segera
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah:
1)    Apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala.
2)    Segera setelah bayi lahir:
Apakah bayi menangis, bernapas spontan dan tertatur, bernapas megap-megap atau tidak bernapas, apakah bayi lemas atau lunglaiSetelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu resusitasi, segera lakukan tindakan yang diperlukan. Penundaan pertolongan dapat membahayakan keselamatan bayi. Jepit dan potong tali pusat dan pindahkan bayi ke tempat resusitasi yang telah disediakan.

f.    KEPUTUSAN
Putuskan perlu dilakukan tindakan resusitasi apabila:
1)    Air ketuban bercampur mekonium.
2)    Bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap.
3)    Bayi lemas atau lunglai
g.    TINDAKAN
Segera lakukan tindakan apabila bayi tidak bernapas atau megap-megap atau lemas:
Lakukan langkah-langkah resusitasi BBL.
1)    Langkah-langkah Resusitasi BBL
Resusitasi BBL bertujuan untuk memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa di kemudian hari. Kondisi ini merupakan dilema bagi penolong tunggal persalinan karena disamping menangani ibu bersalin, ia juga harus menyelamatkan bayi yang mengalami asfiksia. Resusitasi BBL pada APN ini dibatasi pada langkah-langkah penilaian, langkah awal dan ventilasi untuk inisiasi dan pemulihan pernapasan.
2)    Langkah awal
Sambil melakukan langkah awal: 
a)    Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk memulai bernapas.
b)    Minta keluarga mendampingi ibu (memberi dukungan moral, menjaga dan melaporkan kepada penolong apabila terjadi perdarahan).
Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik). Secara umum, 6 langkah awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi baru lahir untuk bernapas spontan dan teratur.
LANGKAH AWAL (dilakukan dalam 30 detik):
a)    Jaga bayi tetap hangat:
Ø  Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum
Ø  Selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat.
Ø  Pindahkan bayi ke atas kain ke tempat resusitasi.
b)    Atur posisi bayi
Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.
Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi.
c)    Isap lendir 
Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.
Ø  Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian baru isap lendir di hidung.
Ø  Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap (bukan pada saat memasukkan).
Ø  Bila menggunakan pengisap lendir DeLee, jangan memasukkan ujung pengisap terlalu dalam (lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti napas bayi.



d)    Keringkan dan rangsang bayi
Ø  Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas lebih baik.
Ø  Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini:
Menepuk atau menyentil telapak kaki, menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan
Berbagai bentuk rangsangan taktil yang dulu pernah dilakukan, sebagian besar tak dilakukan lagi karena membahayakan kondisi bayi baru lahir.
Rangsangan yang kasar, keras atau terus menerus, tidak akan banyak menolong dan malahan dapat membahayakan bayi.
e)    Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi.
Ø  Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru (disiapkan).
Ø  Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan.
Ø  Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi).
f)     Lakukan penilaian bayi.
Ø  Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, megap-megap atau tidak bernapas.
Bila bayi bernapas normal, berikan pada ibunya:Letakkan bayi di atas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-bayi, anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya.
Bila bayi tak bernapas atau megap-megap: segera lakukan tindakan ventilasi.
3)    Ventilasi 
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positip yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
a)    Pemasangan sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.
b)    Ventilasi percobaan (2 kali)
Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air
Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveloli paru agar bayi bisa mulai bernapas dan sekaligus menguji apakah jalan napas terbuka atau bebas.
Lihat apakah dada bayi mengembang
Bila tidak mengembang
(1)  Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar.
(2)  Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran.
(3)  Periksa ulang apakah jalan napas tersumbat cairan atau lendir (isap kembali).
Bila dada mengembang, lakukan tahap berikutnya.
(4)  Ventilasi definitif (20 kali dalam 30 detik).
Ø  Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm air, 20 kali dalam 30 detik.
Ø  Pastikan udara masuk (dada mengembang) dalam 30 detik tindakan
Ø  Lakukan penilaian 
Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi. Bayi diberikan asuhan pasca resusitasi.
Bila bayi belum bernapas atau megap-megap, lanjutkan ventilasi.
Ø  Lanjutkan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya.
Ø  Evaluasi hasil ventilasi setiap 30 detik.
Ø  Lakukan penilaian bayi apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap.
Bila bayi sudah mulai bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi dengan seksama, berikan asuhan pascaresusitasi. Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya dan nilai hasilnya setiap 30 detik.
Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit diventilasi.Bila bayi tidak bisa dirujuk,
Ø  Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit.
Ø  Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak berhasil.
Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak sehingga bayi akan menderita kecacatan yang berat atau meninggal.
4)    Asuhan Pascaresusitasi 
Asuhan pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah menerima tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan:
a)    Resusitasi Berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi. Perlu pemantauan dan dukungan.
b)    Resusitasi tidak/kurang berhasil, bayi perlu rujukan yaitu sesudah ventilasi 2 menit belum bernapas atau bayi sudah bernapas tetapi masih megap-megap atau pada pemantauan ternyata kondisinya makin memburuk
c)    Resusitasi gagal: setelah 20 menit di ventilasi, bayi gagal bernapas.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan masalah pada bayi baru lahir dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Perinatal dan Angka Kematian Neonatal Dini, masalah ini perlu segera ditanggulangi dengan berbagai macam cara dan usaha mulai dari aspek promotif, kuratif dan rehabilitative.
B.     Saran
Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan maka dapat diberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan kualitas dalam pemberian obat anti diuretik guna menunjang peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga dapat menjadi literature guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar